Sangat mudah memang memberikan komentar
atau menilai sesuatu hanya dari luarnya saja, karena hal tersebut
merupakan sikap yang seringkali kita tunjukkan dalam kehidupan ini.
Bukan hanya kepada sesuatu yang kita lihat saja, namun hal ini bahkan
sering kita lakukan pada seseorang yang kita temui di dalam
kehidupan kita. Ini tentu sebuah kebiasaan yang buruk, di mana kita begitu mudah menilai dan memberikan komentar tentang seseorang, yang bahkan bisa saja tidak kita kenal sama sekali.
kehidupan kita. Ini tentu sebuah kebiasaan yang buruk, di mana kita begitu mudah menilai dan memberikan komentar tentang seseorang, yang bahkan bisa saja tidak kita kenal sama sekali.
Meski kita memiliki kebebasan untuk
melakukan hal ini, namun bukan berarti kita bisa menilai dan
mengomentari semua orang dan hal yang kita temui di dalam kehidupan
kita. Bagaimana jika ternyata kita salah, atau bahkan dipermalukan atas
apa yang telah kita ucapkan tersebut, sebab suatu saat bisa saja kita
menemukan titik di mana kita harus belajar.
Belajar dari kisah Bob Sadino
Pengusaha yang satu ini tentu begitu
sangat familiar bagi sebagian orang, terutama karena penampilannya yang
begitu santai dan terkesan nyeleneh. Namun, penampilannya ini justru
seringkali membuat orang salah sangka dan bahkan salah menilai tentang
beliau, hingga tak jarang orang justru tertipu dengan penampilannya
tersebut.
Seperti suatu pagi, di mana beliau
sedang asyik memegang gunting dan memotong ranting tanaman yang terdapat
di tamannya. Sebagaimana biasanya, beliau akan mengenakan sebuah kemeja
lengan pendek dan lengkap dengan celana pendek yang menjadi ciri khas
penampilannya yang sederhana.
Di tempat yang sama, seorang ibu
mendatangi taman bersama dengan seorang anaknya. Ia berniat untuk
memasuki area perkantoran elit tersebut, namun hari masih terlalu pagi,
sehingga ia dan anaknya memilih untuk menikmati suasana pagi di taman
yang asri itu. Ibu berusia 40an tersebut duduk
di kursi taman sambil sesekali menyeka wajahnya dengan tisu,
selanjutnya ia membuang tisu tersebut secara sembarangan di taman itu.
Pemilik taman yang hanya berjarak
beberapa langkah saja dari sana, datang dan memungut tisu tersebut serta
membuangnya ke tempat sampah. Namun seolah senang dan belum puas
melakukannya, ibu tersebut kembali membuang tisu yang habis dipakainya
dengan sembarangan. Kembali pemilik taman itu menghampirinya dan
memungut tisu tersebut, kemudian membuangnya ke tempat sampah.
Tanpa perasaan bersalah dan risih
sedikitpun, ibu ini malah menunjuk pemilik taman tersebut dan berujar
kepada anaknya,”Nak, kalau kamu tidak belajar dengan giat dan benar di
sekolah, maka kamu hanya akan berakhir seperti kakek itu, bisanya cuma
membersihkan taman dan memungut semua sampah yang ada di sini. Kotor,
tidak layak, dan bahkan hanya seorang rendahan, iya kan?”
Hal ini bahkan terdengar oleh pemilik
taman tersebut, hingga ia meletakkan guntingnya dan menghampiri wanita
dan anaknya itu, “Permisi, ini bukan taman umum, bagaimana Anda bisa
berada di sini?” tanyanya masih dengan nada yang sopan.
Dengan sombong wanita tersebut menjawab,
“Saya calon menager baru di perusahaan ini, mereka memanggil saya untuk
wawancara.” Jawabnya dengan ketus.
Namun pada saat bersamaan seorang pria
dengan penampilan rapi dan juga sikap yang sopan datang menghampiri
kakek tersebut dan berkata dengan hormat,”Permisi, Pak Presdir. Saya
hanya ingin mengingatkan saja, sebentar lagi rapatnya akan segera
dimulai, Pak.”
Pemilik taman tersebut mengangguk dan
dengan tagas mengatakan kepada staffnya tersebut bahwa wanita sombong di
depannya tidak cocok untuk jabatan apapun juga di perusahaan mereka.
Namun setelahnya beliau berkata dengan lembut kepada anak ibu tersebut
bahwa hal yang paling penting di dalam hidup ini adalah menghormati
orang lain, siapapun dia dan apapun pekerjaannya dan jangan pernah
menilai sesuatu hanya dari luarnya saja.
Sementara ibu tersebut tertunduk malu di sana, tanpa berani mengangkat kembali kepalanya dan menunjukkan kesombongannya.
Sumber : http://www.sipolos.com
No comments:
Post a Comment